Artikel Santrikarya santriQuality AssuranceSERBA-SERBI SANTRI

Merintis Jalan Santri Merambah Dunia Digital

MSBS ACEH-Pesantren Teknologi Muamalat Solidarity Boarding School (MSBS) mulai menaruh perhatian besar terhadap teknologi digital yang berkembang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Berbagai kajian, halaqah, bahtsul masail, hingga seminar diadakan khusus untuk membedah apa dan bagaimana teknologi yang semakin hari semakin memudahkan kehidupan santri ini. Termasuk juga dampaknya terhadap kehidupan di pesantren itu sendiri. Dalam dunia yang serba terhubung seperti sekarang ini, sulit rasanya pesantren steril dari kehadiran teknologi. Dalam skala yang paling kecil sekalipun, teknologi digital akan hadir di tengah-tengah kehidupan pesantren.

Smarthphone di tangan seorang Ustadz adalah bentuk sederhana kehadiran teknologi digital di tengah pesantren. Begitu juga saat pengurus pondok membayar tagihan listrik menggunakan m-banking. Atau pendaftaran santri baru secara daring (online) hingga ujian masuk pesantren dengan fasilitas virtual meeting. Perangkat digital yang membantu memudahkan aktivitas ini tanpa disadari sudah menjadi bagian dari kehidupan di MSBS.

Tentu ini perkembangan yang layak disyukuri dan diapresiasi. Anggapan bahwa pesantren ‘anti’ atau ‘alergi’ dengan teknologi pada akhirnya jauh panggang dari api karena tidak terbukti.

Memang ada anggapan kalau dunia pesantren teralienasi dari teknologi digital yang sedang berkembang pesat. Anggapan ini mungkin berawal dari kebijakan pesantren yang membatasi santri dalam penggunaan digital device, terutama smartphone. Mereka juga tidak mungkin menikmati social platform seperti rekan-rekan seusianya di luar pesantren. Namun, satu sisi ini tidak dapat digunakan untuk menjustifikasi pesantren secara umum..

Selama ini, dunia pesantren memang identik dengan tempat belajar terbaik untuk mendalami ilmu-ilmu agama plus praktek ibadah hingga muamalah. Pesantren juga identik dengan Ilmu Agama Dan Ilmu Akhirat.

Di tengah perubahan zaman yang sangat cepat, sudah waktunya pesantren mengambil peran lebih besar. Tidak cukup hanya menjadi pengguna teknologi, apalagi sekadar konsumen dan pasar. Pesantren dengan sumber daya santrinya, perlu berkontribusi lebih besar sebagaimana ilmuwan muslim di masa silam. Kontribusi ini dapat diawali dengan menghidupkan kembali tradisi keilmuan eksakta dalam proses belajarnya. Ilmu-ilmu eksakta sebagai pondasi teknologi sebenarnya bukan hal yang asing. Paling tidak, ilmu falak (astronomi) dan ilmu faraid yang berbasis ilmu hitung adalah contoh nyata ilmu eksakta yang banyak dipelajari di pesantren..

Di luar nama-nama besar seperti Al Khawarizmi, Ibn al-Haytham, tentu masih banyak ilmuwan muslim klasik di ranah sains yang layak dijadikan referensi. Sebut saja Ibnu Sina (kedokteran), Al Battani (trigonometri), Al Karaji (hidrologi), Umar Khayyam (matematika), Abu Wafa al Bawzajani (matematika), Jabir Ibn Hayyan (kimia), Abu Nasr Mansur (matematika) dan lainnya. Pesantren perlu menempatkan karya-karya di bidang eksakta ini seperti halnya karya ilmuwan di bidang keagamaan seperti Ibn Jarir At Thabari (tafsir), Al Qurtubi (tafsir), Imam Bukhari (hadis), Imam Al Ghazali (tasawuf), dan lain-lain.

Dengan memberikan ruang yang cukup untuk ilmu-ilmu eksakta, paling tidak pesantren sudah melakukan dua hal sekaligus. Pertama, melestarikan tradisi belajar melatih santri bersentuhan langsung dengan dasar-dasar ilmu eksakta yang menjadi pondasi teknologi digital di masa sekarang. Harapannya, tentu saja akan muncul figur maupun karya penting digital yang dilahirkan dari rahim MSBS. Semoga Allah meridhai.

**Balqis

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button