Perubahan dalam Kebiasaan: Menemukan Makna Disiplin dalam Kehidupan Santri
Jam dinding di asrama menunjukkan pukul 04.00 pagi. Fadli, seorang santri kelas tiga, terbangun tepat waktu seperti biasa. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya, merapikannya, lalu menuju kamar mandi untuk berwudu. Ia tahu betul bahwa disiplin adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi di pesantren ini.
Sebelum meninggalkan kamar, Fadli melihat Rizki, teman sekamarnya, masih terlelap. Ia mendekati Rizki dan menggoyangkan bahunya perlahan. “Rizki, bangun! Sudah waktunya salat tahajud,” bisiknya. Namun, Rizki hanya menggumam kecil dan kembali memejamkan mata. Tanpa banyak bicara, Fadli pun melangkah menuju masjid.
Usai menunaikan salat Subuh berjamaah, para santri memulai aktivitas pagi mereka. Sebagian menyapu halaman, yang lain membersihkan ruang kelas, sementara Fadli bertugas merapikan perpustakaan. Ia melakukannya dengan tekun dan penuh tanggung jawab, memastikan setiap buku tersusun rapi di raknya.
Di sisi lain, Rizki yang baru terbangun setelah matahari terbit tampak terburu-buru. Ia bahkan lupa merapikan tempat tidur dan langsung menuju ruang kelas tanpa sempat sarapan. Ketika jam pelajaran dimulai, Ustaz Haris, guru mereka, mengamati suasana kelas dengan saksama.
“Siapa yang tadi pagi tidak menjalankan tugasnya dengan baik?” tanya Ustaz Haris dengan suara tegas, tetapi tetap lembut.
Semua santri diam, hingga akhirnya Rizki mengangkat tangan dengan raut wajah menyesal. Ia mengakui kesalahannya di hadapan teman-temannya.
Ustaz Haris tersenyum tipis, lalu berkata, “Anak-anak, kedisiplinan bukan hanya tentang menaati aturan. Ia adalah kebiasaan baik yang perlu ditanamkan sejak dini. Ketika kalian disiplin, hidup kalian menjadi lebih teratur dan tujuan kalian lebih mudah tercapai. Tidak ada orang sukses tanpa disiplin.”
Kata-kata itu membekas di hati Rizki. Sejak saat itu, ia bertekad mengubah kebiasaannya. Ia mulai meminta bantuan Fadli untuk membangunkannya lebih pagi. Perlahan, Rizki belajar bangun tepat waktu, menyelesaikan tugasnya dengan baik, dan menjaga kebiasaan positif.
Kedisiplinan yang awalnya terasa berat kini menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi Rizki. Ia menyadari bahwa dengan disiplin, hidupnya menjadi lebih teratur dan produktif. Pesantren bukan hanya tempat belajar ilmu agama, tetapi juga tempat menempa karakter agar menjadi pribadi yang lebih bai